Kamis, 23 November 2017

Maaf untuk hati yang terluka

Saat hati ini butuh hal-hal baru, yang membuat tak ingin keceriaanku berlalu.
Aku terdampar dalam kenyataan, kau tak mudah untuk ku tunggu.

Dalam niat kita yang belum lah sama, atau mungkin tak pernah sama.
Tatapan menggetarkan, hanya lah biasan. Inginku dekat, namun tak terdekap.

Perihal rasa, memang aku tak pernah berkuasa. Aku selalu menunggu dan menikmati.
Mungkin aku pengecut, tapi tidak sama sekali.
Nyata nya aku berani jatuh mencintaimu.
Menikmati getar-getar ini sendirian tanpa harus kau mengerti. 
Menikmati kecemburuan-kecemburuan yang bukan milikku.
Kecemburuan yang hanya aku yang tau.

Sudahkah kau sadar? rasa memiliki terlalu tinggi, meski dalam angan.

Maaf, jika harus egois.
Aku tak kan membuat ragaku malu.
Maaf jika aku menyiksa ragaku.
Maaf aku mengekang rasa dalam rasa malu.

Maaf jika harus egois, aku biar kau terluka. mengiris diri sendiri, tak terobati. Maaf, teruntuk hati yang terluka sendiri.

Selasa, 21 November 2017

Kutitip rindu di Jakarta

Lalu, pada malam kelam di kota ini aku menitip rindu.

Aku bahagia, bukan karena siapa-siapa.
Aku bahagia, telah benar- benar terjatuh lalu kembali bangkit.
Aku bahagia, ketika aku menelan pahit tanpa mengernyitkan dahi.
Aku bahagia, ketika aku tak kan meratapi hari ini (lagi).

Kota ini bagaikan ayah, bukan ibu tiri.
Dekap aku dengan apa yang kau lihat. Dekap aku dirapuhnya kenyataan-kenyataanku. Tapi tak pernah sedetik pun melupakan ku.

Rindu ini kejauhan ayah. Maaf di detik ini, rindu ku tertinggal disini.

Jakarta, November 2017