Selasa, 29 Januari 2013

WUJUD CINTA






Pertengkaran kecil itu pun mulai lagi ku dengar. Sedikit masalah tapi kenapa bisa menjadi besar?

Disaat ku mulai tersenyum, disaat aku bisa tertawa bahagia. Ingin rasanya aku tiba-tiba tuli, sehingga bait-bait yang sangat tak indah itu tak menjadi konsumsi telingaku. Ah, tak mungkin. Ngawur saja kalau masih berharap terjadi.

Secepatnya aku bangkit dan beranjak pergi, menempati lagi ruangan yang bertahun-tahun kutempati dan setia melindungiku, menemaniku disaat bahagiaku, dan menjagaku dikala sedihku. Apalagi kalau tidak dikamarku.

Aku tidak sendiri. Bidadari ini selalu menemaniku dan lalu bertanya. “Ada apa nak?
Satu kalimat yang seharusnya berarti bagiku, ini bidadariku. Sosok seorang ibu yang selalu mengerti aku. Bahkan lebih mengerti aku daripada mengerti anak-anaknya.

Kuhela nafas panjang, kuhembuskan, dan terdiam, aku tak mampu berkata-kata. Darimana akan ku mulai, sesak didada bisa saja tumpah seketika. Tapi kepadanya kah? Ke bidadari ini kah? 

Sementara dia menyodorkan ketulusan untukku. Sangat jelas terpancar dari dua bola matanya itu, akan sakit rasanya menyakitinya. Seperti menodai selembar tissue yang tipis, harum, lembut dan masih sangat suci. Ah kembali suci. Karena dia sudah pasti banyak melewati hari-hari sepertiku ini. penuh dengan sakit, penderitaan, atau perjuangan dan beberapa keindahan yang kadang mudah tergoreskan dan menjadi kenangan. Yaah setidaknya memberikan manisnya kehidupan.

Aku bisa berkata, seakan bisa membaca. Berapa derita dan bahagia yang menghampiri selama hidupnya. Bisa di raba dari kerutan dari wajahnya bahkan dari seluruh tubuhnya. Begitu hebatnya dia. Bisa memikul segalanya. Dilema hidup yang tak pernah habis. Untuk dia dan anak-anaknya. Dan saat ini untukku. Yaa tuhaan.

Dengan bercucuran air mata, aku mencoba berucap. Nek, aku lelah melihat, aku letih mendengar, aku sakit merasa. Apa semua ini harus ku nikmati? Di saat aku ingin menagih sebuah kebahagian.

Hanya elusan lembut yang kuterima. Dan sebaris senyum yang dibuatnya indah untuk membuatku tenang. Lalu apa yang harus ku lakukan? Harus kah ku katakan berulang kali? Kepada siapa lagi harus kuucap? Sekalipun ingin ku ungkapkan. Aku tak ingin menyakiti. Menyakiti orang yang sangat aku cintai.

Tak ada yang dapatku perbuat. Aku bahkan belum dianggap. Belum dianggap bisa menghadapi masalah hidup ini. Aku bisa!!!! Tapi tolong dengarkan aku. Aku akan mengerti dan akan selalu mengerti. Dengan apalagi harus ku jelaskan? Karena hingga saat ini, dengan tangis kupahami semua ini, Ma. Dan untukmu aku bertahan, Pa. 

                                         "Sebagai wujud cintaku untuk kalian orang tua ku."

Senin, 28 Januari 2013

HATI YANG MATI





Bukan tentang cinta. Tapi tentang hati yang mati.

Cinta itu sebuah rasa, yang timbul dengan berbagai cara. Cinta itu tumbuh di dalam hati. Hati yang mampu mencinta tak mungkin mati. Karena jika mati, cinta tak akan mampu bersemi disana. Cinta butuh suasana yang nyaman, indah dan menyejukkan. Sedangkan cinta yang mati takkan mungkin bisa menyamankan, takkan mungkin memberi keindahan, takkan mungkin menyejukkan.  

Apakah bisa dimengerti? Cinta takkan mendatangi hati yang mati. Yah, itu pasti.

Aku tak mampu berkata, aku tak mampu memutuskan. Tapi jika dirasa, cinta tak mampu lagi bersemi. Di suatu ruang yang memiliki celah didalam dada ini. Hati, apa hati ini mati? Berapa lama?. Aku tak ingin tak bisa mencinta lagi. Karena sekuat aku mencoba bangkit dan mencinta. Sekuat itu pun aku semakin terpuruk dan tak mampu merasa apa-apa. Tak bisa kupungkiri dan tak bisa terus berdiam. 

Tuhan, tolong aku!!! karena aku masih butuh cinta. Hanya pada-Mu bisa ku pinta. Karena engkaulah yang mengatur  dan memiliki segalanya. 

Jumat, 18 Januari 2013

RINTIHAN HATIKU DISEMBILANBELAS JANUARI




Semakin malam datang, aku semakin terpuruk sepi. Aku tenggelam dalam suara jangkrik  yang mengusik malam. Entah apa yang mereka inginkan, sementara aku masih saja terdiam.  Karena jakrik hanya mengusik sepersepuluh dari malam ini. Sembilan bagiannya masih tenang dan mampu menenggelamkan hatiku.

Pikiran ini melayang jauh, entah kemana. Teringat akan hati yang saat ini butuh oksigen baru untuk bernafas, sesak didada yang tak pernah tau apa penyebab pastinya. Apa karena cinta?

Bisa saja. Banyak cinta yang tak pernah terbalaskan menurutku. Cinta untuk sahabat mungkin. Yah, memang itu. Aku merasa sendiri. Mendorong semangat yag semakin terasa berat. Aku bukan wanita yanag selalu kuat, yang mampu memikul semua beban dan setiap kali aku mampu menepisnya dengan senyuman. Kenapa aku harus mendapatkan pengkhianatan jika aku selalu berusaha menyodorkan ketulusan. Kenapa aku harus berpura-pura semua nya akan baik-baik saja jika akhirnya  aku hanya selalu terdiam dikala malam datang menghampiri.

Air mata pun sering bergulir ketika hati ini telah lelah  merasa. Merasa semua cinta yang akhirnya terbuang sia-sia. Dengan lirih aku berkata, “Ma, aku ingin tinggalkan masa mudaku, jika ternta semua sakitku ada disini”.  

Permintaan bodoh memang, tapi ini entah sudah berapa kali ku lontarkan. Aku rindukan masa kecilku. Yang tak satupun yang mampu goreskan luka dihatiku. Bahkan aku bisa tersenyum dan tertawa semauku. Tak kenal lelah. Tapi ibu selalu berkata, ini cara tuhan menciptakan manusia yang sebenarnya nak dan ini harus kamu lalui.

Kembali lagi ku terdiam. Tak mampu berkata jika ternyata hingga sakit yang tak terlihat ini pun adalah skenario tuhan yang disusun untuk mendewasakanku. Disertai cucuran airmata dan sebuh senyuman kecil yang kupaksakan aku berkata “dengan ikhlasku, ku berusaha jalani semua”. Semoga. Semoga usahaku tak sia-sia.