Pertengkaran
kecil itu pun mulai lagi ku dengar. Sedikit masalah tapi kenapa bisa menjadi
besar?
Disaat
ku mulai tersenyum, disaat aku bisa tertawa bahagia. Ingin rasanya aku
tiba-tiba tuli, sehingga bait-bait yang sangat tak indah itu tak menjadi
konsumsi telingaku. Ah, tak mungkin. Ngawur saja kalau masih berharap terjadi.
Secepatnya
aku bangkit dan beranjak pergi, menempati lagi ruangan yang bertahun-tahun
kutempati dan setia melindungiku, menemaniku disaat bahagiaku, dan menjagaku
dikala sedihku. Apalagi kalau tidak dikamarku.
Aku
tidak sendiri. Bidadari ini selalu menemaniku dan lalu bertanya. “Ada apa nak?
Satu
kalimat yang seharusnya berarti bagiku, ini bidadariku. Sosok seorang ibu yang
selalu mengerti aku. Bahkan lebih mengerti aku daripada mengerti anak-anaknya.
Kuhela
nafas panjang, kuhembuskan, dan terdiam, aku tak mampu berkata-kata. Darimana
akan ku mulai, sesak didada bisa saja tumpah seketika. Tapi kepadanya kah? Ke bidadari
ini kah?
Sementara dia menyodorkan ketulusan untukku. Sangat jelas terpancar
dari dua bola matanya itu, akan sakit rasanya menyakitinya. Seperti menodai
selembar tissue yang tipis, harum, lembut dan masih sangat suci. Ah kembali
suci. Karena dia sudah pasti banyak melewati hari-hari sepertiku ini. penuh
dengan sakit, penderitaan, atau perjuangan dan beberapa keindahan yang kadang
mudah tergoreskan dan menjadi kenangan. Yaah setidaknya memberikan manisnya
kehidupan.
Aku
bisa berkata, seakan bisa membaca. Berapa derita dan bahagia yang menghampiri
selama hidupnya. Bisa di raba dari kerutan dari wajahnya bahkan dari seluruh
tubuhnya. Begitu hebatnya dia. Bisa memikul segalanya. Dilema hidup yang tak
pernah habis. Untuk dia dan anak-anaknya. Dan saat ini untukku. Yaa tuhaan.
Dengan
bercucuran air mata, aku mencoba berucap. Nek, aku lelah melihat, aku letih
mendengar, aku sakit merasa. Apa semua ini harus ku nikmati? Di saat aku ingin
menagih sebuah kebahagian.
Hanya
elusan lembut yang kuterima. Dan sebaris senyum yang dibuatnya indah untuk
membuatku tenang. Lalu apa yang harus ku lakukan? Harus kah ku katakan berulang
kali? Kepada siapa lagi harus kuucap? Sekalipun ingin ku ungkapkan. Aku tak
ingin menyakiti. Menyakiti orang yang sangat aku cintai.
Tak
ada yang dapatku perbuat. Aku bahkan belum dianggap. Belum dianggap bisa
menghadapi masalah hidup ini. Aku bisa!!!! Tapi tolong dengarkan aku. Aku akan
mengerti dan akan selalu mengerti. Dengan apalagi harus ku jelaskan? Karena hingga
saat ini, dengan tangis kupahami semua ini, Ma. Dan untukmu aku bertahan, Pa.
"Sebagai wujud cintaku untuk kalian orang tua
ku."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar