Semuanya
pasti akan memberikan nada cemooh, ketika hanya aku yang mmebenarkan hal itu.
Cinta atau uang?
Ya,
aku selalu saja akan memilih, Cinta.
Seperti siang ini, lagi-lagi putri
mengeluhkan perihal pacarnya. Eh bisa jadi mantan pacarnya, ah entahlah apapun
hubungan mereka. Bagiku, putri saat ini adalah orang yang pantas aku dengarkan
apa yang dirasa dan apa yang ingin fikirkan.
Sudah, tinggalkan dia. Ujarku.
Dia yang entah memberikan apapun untuk
wanita pujaannya. Semakin hari tidak ada yang membuat dia lebih baik. Bukankah
pacaran seharusnya hanya kegiatan positif yang bisa membuat kita lebih baik
lagi? Ya, sama-sama menuju ke yang lebih baik lagi.
Ah iya, tolong jangan bilang aku egois hanya
karena aku memberikan apa yang menurut ku baik. Tapi jika ada yang bercerita
pada ku, ya jelas aku akan memberikan gambaran yang baik menurut versiku. Itu
alasannya aku harus berhati-hati bercerita pada siapapun.
Dihidupi dengan kertas-kertas
yang menurutku menakutkan. Uang, mereka bisa membeli semuanya. Ah benar-benar
menakutkan. Bagaimana tidak jika mereka juga bisa membeli kenyamanan putri.
Banyak hal yang harusnya putri
miliki disaat ini, tapi nyatanya dia hanya memiliki tomi. Yang selalu
dampinginya hingga bertahun-tahun lamanya. Bisa menemani hari-harinya, bisa
memenuhi kebutuhannya, bisa membenarkan sekalipun putri melakukan kesalahan. Menjadikan
dirinya hanya satu-satunya tempat pulang bagi putri. Hingga saat ini, ketika
kami beranjak jauh, mencoba membuat diri kami lebih baik lagi dan ingin membuat
orangtua bangga akan hari-hari mereka, tomi maish belum saja melepaskan putri
dan menganggap gadis ini takkan bisa tanpanya.
“Ya sudah, hari ini mohon
tinggalkan dia.” Kuulangi berkali-kali. Aku lelah mendengar dia masih saja
membuat putri tak nyaman dengan sikapnya yang selalu berlebihan. Tak boleh
kesini, tak boleh kesana. Harus bilang hari ini harus melakukan apa, akan pergi
dengan siapa? Lalui siapa dia? Dan harus temani aku ketika aku butuh.
Seperti malam ini, aku hanya
menikmati akhir minggu bersama teman-teman. Putri masih saja di ikat dengan keharusan
ini itu yang sudah tak diingininya. aku harus bicara apa lagi?
Nyatanya, aku bukan orang yang
tega membawa arah cerita cinta mereka ke yang lebih baik menurut ku bukan??
Perihal cinta, semuanya hanya
kita yang jalani.
Mencoba berbicara empat mata. Ketahui
apa yang putri rasa malam ini. Semangat nya ia berkata.
“capeek, kalau harus seperti ini.”
Lalu, kenapa tidak bilang tidak?”
Sembari becanda, mungkin. Nanti
siapa yang kasih uang jajan? Siapa yang belikan pulsa handphone? Siapa yang
akan tolong buat ini buat ini?
Ah percaya atau tidak. Aku bisa
lakukan sendiri dengan segala kebatasan ku. Seharusnya dia lebih bisa.
“Lalu, aku harus bagaimana?” justru
putri balik bertanya.
“tinggalkan, atau terima resiko
ini. Ujarku lagi.
Aku tak bisa menghitung berapa
kali kata-kata itu kuucapkan. Sembari itu, mencoba berbagi kisah yang aku alami
atau apa yang aku dengarkan. Kenapa harus bilang tidak akan ada yang beli ini
itu? Dengan santai aku jawab, uang bisa dicari. Tapi kenyamanan? Kebebasan?
Putri hanya bisa terdiam saat
itu.
Aku bahagia, aku lanjutkan
berbagi insipratif ku. Hah, jadi songong.
Ups, aku lagi serius ceritanya
ya.
Action,
Yaa, banyak diluar sana yang tak
punya apa-apa tapi mereka bahagia. Kemana mana dengan gaya biasa, tapi kerap
tersenyum. Banyak juga diluar sana, mereka adalah orang kaya yang sangat
berpunya, tapi aku melihat rintihannya di sosial medianya. Merintih, seperti
tak punya apa-apa. Apakah yang diberi padanya belum lah cukup?
Masih kah belum percaya?
Apakah kita melihat orang
sederhana itu tersenyum bahagia bersama keluarga meraka adalah palsu? Sedangkan
anak orang terkaya pun mungkin saja sedang menghamburkan uang orantuanya
bersama teman-temannya yang dia tidak tahu akan selalu ada untuknya atau tidak.
“Menjadi biasalah”, ucapku.
Perihal cinta lagi, apa yang
seharusnya kita punya? Benar-benar cinta? Atau hanya lah butuh uang.
Putri masih diam mendengar
ceritaku. Suda sepanjang ini aku bercerita dan tdak digubris?
Baiklah, aku lelah lagi. Hingga keesokan
hari aku masih mendengar cerita yang sama.
Kembali aku harus bercerita,
sebenarnya benarkah ada cinta? Tanyaku.
Iya. Jawaban singkat.
“Cinta yang seperti apa?“ tanyaku
lagi.
Ya seperti itu, jawabnya tapi tak
melihatku. Ah, itu jawaban bohong.
Aku kembali bercerita,
Inginkah mendengar cerita ku
lagi?
Aku kembali berkisah, tentang
sepasang kekasih, berumah tangga dan menua bersama.
Maukah bertanya pada mama atau
papa?
Ma, Cintakah kepada papa? Pa,
cintakah pada mama?. Sesekali cobalah bertanya.
Aku telah mencoba, jawabannya
sederhana. Tidak, tapi aku tak bisa hidup tanpa dia. Itukah cinta? Ujar mama
malam itu.
Aku balik bertanya, apakah mama
bisa hidup tanpa aku?
Tidak, aku tak juga tak bisa
hidup tanpamu.
Apakah mama cinta aku? Sementara aku,
dan bdeberapa orang diluar sana berkata, cinta hanya untuk pasangan suami dan
istri.
Jika aku boleh berbicara, cinta
hanyalah perasaan sementara. Lama kelamaan akan berubah jadi sayang. Sayang yang
abadi adalah cinta nan nyata. Sementara saat ini, kita baru menjajaki apa yang
kita alamai dengannya, dan dia merasa berhak untuk berhak segala nya yang kita
punya. Kenyamanan, kebebasan.
Sementara itu cinta, cinta tak
kan merenggut apapun.
Perihal orang tua yang mencintai
anaknya, ia akan lakukan apapu itu yang bisa membuat anak-anaknya bahagia, ia
akan lakukan apoapun yang bisa membuat kita tetap tersenyum.
Perihal seorang suami yang
mencintai istrinya, tak sedetik pun ia ingin renggut kebahagiaan dan senyum
yang indah yang ada pada istrinya. Termasuk dalam perihal uang. Seorang
laki-laki yang mencintai pasangannya, tak sedetik pun ia akan biar kan istrinya
memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk hidupnya hari ini. Tapi laki-laki
itu akan siapkan. Ini adalah untuk hidup kita besok, talk usah pikirkan esoknya
lagi. Esok akan aku temukan lagi.
Sesederhana itu senyatanya,
janganlah pilih uang. Karena jika kamu memilih uang, tomi akan lakukan hari ini
untukmu nanti.
Beerfikirlah dengan baik, put. Ujarku
lagi.
Sedikit memelas agar dia
mengerti. Karena aku pun tak ingin orang-orang disekelilingku salah memikirkan
hal sederhana ini tapi bermakna.
Cinta, tak kan pernah salah.
Blog
post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana:
Cinta atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com dan Nulisbuku.com.