Minggu, 22 November 2015

Cinta, tak kan pernah salah



Semuanya pasti akan memberikan nada cemooh, ketika hanya aku yang mmebenarkan hal itu. Cinta atau uang?
Ya, aku selalu saja akan memilih, Cinta.  
Seperti siang ini, lagi-lagi putri mengeluhkan perihal pacarnya. Eh bisa jadi mantan pacarnya, ah entahlah apapun hubungan mereka. Bagiku, putri saat ini adalah orang yang pantas aku dengarkan apa yang dirasa dan apa yang ingin fikirkan.
Sudah, tinggalkan dia. Ujarku.
Dia yang entah memberikan apapun untuk wanita pujaannya. Semakin hari tidak ada yang membuat dia lebih baik. Bukankah pacaran seharusnya hanya kegiatan positif yang bisa membuat kita lebih baik lagi? Ya, sama-sama menuju ke yang lebih baik lagi.
 Ah iya, tolong jangan bilang aku egois hanya karena aku memberikan apa yang menurut ku baik. Tapi jika ada yang bercerita pada ku, ya jelas aku akan memberikan gambaran yang baik menurut versiku. Itu alasannya aku harus berhati-hati bercerita pada siapapun.
Dihidupi dengan kertas-kertas yang menurutku menakutkan. Uang, mereka bisa membeli semuanya. Ah benar-benar menakutkan. Bagaimana tidak jika mereka juga bisa membeli kenyamanan putri.
Banyak hal yang harusnya putri miliki disaat ini, tapi nyatanya dia hanya memiliki tomi. Yang selalu dampinginya hingga bertahun-tahun lamanya. Bisa menemani hari-harinya, bisa memenuhi kebutuhannya, bisa membenarkan sekalipun putri melakukan kesalahan. Menjadikan dirinya hanya satu-satunya tempat pulang bagi putri. Hingga saat ini, ketika kami beranjak jauh, mencoba membuat diri kami lebih baik lagi dan ingin membuat orangtua bangga akan hari-hari mereka, tomi maish belum saja melepaskan putri dan menganggap gadis ini takkan bisa tanpanya.
“Ya sudah, hari ini mohon tinggalkan dia.” Kuulangi berkali-kali. Aku lelah mendengar dia masih saja membuat putri tak nyaman dengan sikapnya yang selalu berlebihan. Tak boleh kesini, tak boleh kesana. Harus bilang hari ini harus melakukan apa, akan pergi dengan siapa? Lalui siapa dia? Dan harus temani aku ketika aku butuh.
Seperti malam ini, aku hanya menikmati akhir minggu bersama teman-teman. Putri masih saja di ikat dengan keharusan ini itu yang sudah tak diingininya. aku harus bicara apa lagi?
Nyatanya, aku bukan orang yang tega membawa arah cerita cinta mereka ke yang lebih baik menurut ku bukan??
Perihal cinta, semuanya hanya kita yang jalani.
Mencoba berbicara empat mata. Ketahui apa yang putri rasa malam ini. Semangat nya ia berkata.
“capeek, kalau harus seperti ini.”
Lalu, kenapa tidak bilang tidak?”
Sembari becanda, mungkin. Nanti siapa yang kasih uang jajan? Siapa yang belikan pulsa handphone? Siapa yang akan tolong buat ini buat ini?
Ah percaya atau tidak. Aku bisa lakukan sendiri dengan segala kebatasan ku. Seharusnya dia lebih bisa.
“Lalu, aku harus bagaimana?” justru putri balik bertanya.
“tinggalkan, atau terima resiko ini. Ujarku lagi.
Aku tak bisa menghitung berapa kali kata-kata itu kuucapkan. Sembari itu, mencoba berbagi kisah yang aku alami atau apa yang aku dengarkan. Kenapa harus bilang tidak akan ada yang beli ini itu? Dengan santai aku jawab, uang bisa dicari. Tapi kenyamanan? Kebebasan?
Putri hanya bisa terdiam saat itu.
Aku bahagia, aku lanjutkan berbagi insipratif ku. Hah, jadi songong.
Ups, aku lagi serius ceritanya ya.
Action,
Yaa, banyak diluar sana yang tak punya apa-apa tapi mereka bahagia. Kemana mana dengan gaya biasa, tapi kerap tersenyum. Banyak juga diluar sana, mereka adalah orang kaya yang sangat berpunya, tapi aku melihat rintihannya di sosial medianya. Merintih, seperti tak punya apa-apa. Apakah yang diberi padanya belum lah cukup?
Masih kah belum percaya?
Apakah kita melihat orang sederhana itu tersenyum bahagia bersama keluarga meraka adalah palsu? Sedangkan anak orang terkaya pun mungkin saja sedang menghamburkan uang orantuanya bersama teman-temannya yang dia tidak tahu akan selalu ada untuknya atau tidak.
“Menjadi biasalah”, ucapku.
Perihal cinta lagi, apa yang seharusnya kita punya? Benar-benar cinta? Atau hanya lah butuh uang.
Putri masih diam mendengar ceritaku. Suda sepanjang ini aku bercerita dan tdak digubris?
Baiklah, aku lelah lagi. Hingga keesokan hari aku masih mendengar cerita yang sama.
Kembali aku harus bercerita, sebenarnya benarkah ada cinta? Tanyaku.
Iya. Jawaban singkat.
“Cinta yang seperti apa?“ tanyaku lagi.
Ya seperti itu, jawabnya tapi tak melihatku. Ah, itu jawaban bohong.
Aku kembali bercerita,
Inginkah mendengar cerita ku lagi?
Aku kembali berkisah, tentang sepasang kekasih, berumah tangga dan menua bersama.
Maukah bertanya pada mama atau papa?
Ma, Cintakah kepada papa? Pa, cintakah pada mama?. Sesekali cobalah bertanya.
Aku telah mencoba, jawabannya sederhana. Tidak, tapi aku tak bisa hidup tanpa dia. Itukah cinta? Ujar mama malam itu.
Aku balik bertanya, apakah mama bisa hidup tanpa aku?
Tidak, aku tak juga tak bisa hidup tanpamu.
Apakah mama cinta aku? Sementara aku, dan bdeberapa orang diluar sana berkata, cinta hanya untuk pasangan suami dan istri.
Jika aku boleh berbicara, cinta hanyalah perasaan sementara. Lama kelamaan akan berubah jadi sayang. Sayang yang abadi adalah cinta nan nyata. Sementara saat ini, kita baru menjajaki apa yang kita alamai dengannya, dan dia merasa berhak untuk berhak segala nya yang kita punya. Kenyamanan, kebebasan.
Sementara itu cinta, cinta tak kan merenggut apapun.
Perihal orang tua yang mencintai anaknya, ia akan lakukan apapu itu yang bisa membuat anak-anaknya bahagia, ia akan lakukan apoapun yang bisa membuat kita tetap tersenyum.
Perihal seorang suami yang mencintai istrinya, tak sedetik pun ia ingin renggut kebahagiaan dan senyum yang indah yang ada pada istrinya. Termasuk dalam perihal uang. Seorang laki-laki yang mencintai pasangannya, tak sedetik pun ia akan biar kan istrinya memikirkan bagaimana cara mencari uang untuk hidupnya hari ini. Tapi laki-laki itu akan siapkan. Ini adalah untuk hidup kita besok, talk usah pikirkan esoknya lagi. Esok akan aku temukan lagi.
Sesederhana itu senyatanya, janganlah pilih uang. Karena jika kamu memilih uang, tomi akan lakukan hari ini untukmu nanti.
Beerfikirlah dengan baik, put. Ujarku lagi.
Sedikit memelas agar dia mengerti. Karena aku pun tak ingin orang-orang disekelilingku salah memikirkan hal sederhana ini tapi bermakna.  
Cinta, tak kan pernah salah. 

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com dan Nulisbuku.com.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar