Aku
nyaris terperangkap dalam film pendek yang tercipta denganmu. Suatu keadaan
yang mampu menggambarkan seluk beluk cerita cinta, yang kita juga tak tau
kenapa bisa tercipta. Semuanya tersusun begitu indahnya. Rapi. Tanpa kusadari
ku telah menikmatinya. Di kala canda terselip tawa, penuh arti, dan tak ada
yang mampu menerjemahkannya. Jatuh cinta. Apa itu jatuh cinta? Entahlah, aku
telah lama tak merasakannya, maksudnya tak
ingin merasakannya.
Lalu
kenapa kini? Apa kurasakan lagi cinta? Walau ku tau ini sebenarnya tak nyata. Kita
hanya bertemu, lalu berkata tentang cinta. Dari hidup(ku) yang palsu di kota
mati.
Kota
mati. Kenapa terdengar aneh? Ya, sekarang aku menyebutnya kota mati. Ketika suasana
aku tak menegenal cinta, aku tak mengenal keramahan, aku tak mengenal
kelembutan, aku tak merasakan ketulusan, dan aku tak tau bagaimana itu
kejujuran. Aku bisa saja tiba-tiba berada di kota ini, bahkan ketika aku merasa
tak memiliki tempat lagi di kehidupan yang terkenal akan keindahan nya.
Tapi
aku tak ingin terlalu lama di kota (mati) itu. Aku tak ingin berada di suasana
itu. Namun tak kutemukan jembatan abadi yang bisa kusebrangi. Sehingga tak ku
kenali lagi kota yang dipenuhi oleh kefanaan ini.
Dan
itu, KAMU. Kamu jembatan itu (fikirku). Apa karena itu aku mudah saja
terperangkap? Karena aku segera ingin bertemu jembatan itu. Sehingga ku bisa
rehat sejenak dari perjalanan itu, rehat di rumah hatiku.
Dan
apakah kamu tau? Aku telah menyiapkan rangkaian indah. Untuk film pendek kita
selanjutnya. Bahagianya. Dengan senyum yang ku ciptakan seindah mungkin dan
dengan menari-nari kecil di kamarku. Sesaat aku serasa berada di kota terindah.
Aku tak akan kembali lagi ke kota mati itu.
Tapi,
semua khayalanku sirna. Ketika mendengarkan ringtone lembut dari handphone
kecilku. Sebuah pesan pendek :
“Aku
rasa kita hanya akan berteman.”
Aku
termangu dan terpaku di tempat. Termangu karena aku tidak menemukan jembatan abadi itu. Dan disaat ku tersadar, aku melihat
kesekelilingku. Suasana itu datang lagi. Suasana Kota Mati.